Saturday, December 5, 2015

PERANG SALIB

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketika pasukan salib dari Eropa menguasai Palestina, kehidupan  di Palestina berubah seratus delapan puluh derajat. Saat itulah, kehidupan masyarakat Yerussalem dan Palestina yang toleran, damai, sejahtera, dan adil, yang telah berlangsung semenjak masa pemerintahan khalifah ‘Umar, berakhir dengan tragis. Pada 15 Juli 1099 M (23 Sya’ban 429 H), pasukan besar tentara salib tiba di Yerusalem. Saat itu Yerusalem berada di bawah kepemimpinan Iftikhar ad-Daulah, seseorang yang ditunjuk Dinasti Fathimiyyah di Mesir. Kota ini jatuh ke tangan pasukan Salib pada 15 Juli 1099 M, setelah dikepung selama hampir lima minggu.

Setelah itu, tanpa segan tentara salib melakukan pembantaian. Pedang, tombak, dan panah berlumuran darah. Mereka mambantai lebih dari 70 ribu muslim di areal Masjid al-Aqsa, termasuk para pemimpin, cendekiawan muslim, dan orang-orang yang sedang beribadah. Kaum Yahudi yang sedang beribadah di sinagog pun dibunuh, dianiaya, dan disiksa. Para pendeta Kristen tanpa malu merampas dan menjarah harta, sedangkan jalanan bersimbah darah. Setelah tidak ada lagi yang bisa mereka bunuh, mereka melakukan prosesi di Anastasis, menyanyikan himne dengan suka cita.

Lane-Poole juga menuliskan kekejaman dan tindak-tanduk tentara salib ketika berhasil manaklukan Yerusalem untuk pertama kali pada 1099 M. Menurutnya tercatat dalam sejarah bahwa kelika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Yerusalem, jalan itu dipenuhi mayat; orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar, dipanah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara rumah ibadat.

Seorang pakar sejarah Eropa menuliskan, “Ketika menaklukan Palestina, kaum salib melakukan kesalahan-kesalahan yang amat besar, yang menunjukkan kesempitan hati beragama yang belum ada dalam sejarah, sehingga ahli-ahli sejarah Perang Salib sendiri terpaksa mengakuinya. Mereka memaksa orang Islam menjatuhkan diri dari puncak rumah atau benteng, dibakar hidup-hidup, disuruh keluar dari tempat persembunyian, lalu ditarik-tarik di jalan raya sampai gugur dan mayat mereka ditimbun.”

PEMBAHASAN

A. Perang Salib (489-692 H/1095-1292 M)

Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja juga mendirikan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka. Pada 27 November 1095 M, Paus Urbanus II (1088-1099 M) memutuskan untuk mengadakan ekspedisi besar-besaran ke wilayah Muslim. Disusul pada 1096 M, Takhta Suci Roma secara resmi mengumumkan perang melawan kaum Muslim. Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh Eropa untuk ikut berperang. Mereka diiming-imingi kekayaan atau emas (gold), kejayaan (glory), dan tanah Palestina. Juga dijanjikan surga (gospel) bagi para ksatria yang mau berperang atau mati dalam peperangan, sebagaimana yang mereka yakini dalam kitab mereka.

B. Sebab-Sebab Terjadinya Perang Salib

Sebab-sebab terjadinya perang salib dapat terbagi dua, yaitu :sebab internal dan sebab eksternal:
1. Internal
Maksudnya adalah sebab yang berasal dari umat Islam sendiri, karena kondisi kekuasaan Islam (Dinasti Saljuk di Asia Kecil) pada waktu itu sedang melemah karena mengalami perpecahan dan berusaha melepaskan diri dari pusat konflik dan peperangan diantara keluarga melemahkan mereka sendiri. Disamping itu Dinasti Fathimiyah di Mesir juga dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara Khalifah Fathimiyah di mesir, Khalifah Abbasiyah di Baghdad, dan amir Umayyah di Cordova yang memproklamasikan dirinya sebagai khalifah. Situasi yang demikian mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah kekuasaan islam, seperti dinasti kecil di Edessa dan Baitul Maqdis.

2. Eksternal 
Sedangkan sebab-sebab Eksternal adalah sebab yang berasal dari luar umat Islam, terutama permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam untuk mengembalikan kekuasaanya dari pendudukan umat Islam.

Menurut Drs. Samsul Munir Amin dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam. Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya perang salib. Adapun yang menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib ada tiga hal, yaitu Agama, Politik, dan Sosial Ekonomi.

  a. Faktor Agama
Sejak dinasti saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyyah pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang Saljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk sangat berbeda dari para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.

  b. Faktor Politik
Kekalahan Bizantium sejak 330 H disebut Konstantinopel (Istambul) di Manzikart, wilayah Armenia, pada 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (Kaisar Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099) yang menjadi Paus antara tahun 1088-1099 M, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk dibawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap raja yang berada dibawah kekuasaannya. Ia dapat menjatuhkan sanksi kepada raja yang membangkang terhadap perintah Paus dengan mencopot pengakuannya sebagai raja.

Maka pada tanggal 26 November 1095 M, Paus Urbanus II menyampaikan pidatonya yang menggebu-gebu dihadapan ribuan kaum Kristiani. Isi pidato yang disampaikan oleh Paus Urbanus II menyulut Perang Salib ini terjadi di Clermont, bagian Tenggara Perancis dan memerintahkan orang-orang Kristen agar memasuki lingkungan Makam Suci, untuk merebutnya dari orang-orang jahat serta menyerahkannya kembali kepada mereka.

  c. Faktor Sosial Ekonomi
Para pedagang besar yang berada dipantai Timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venesia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang Pantai Timur dan Selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana perang salib dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut.

Disamping itu stratifikasi sosial masyarakat Eropa pada saat itu terdiri dari 3 kelompok yaitu: kaum gereja, kaum bangsawan dan kaum ksatria, serta kaum rakyat jalata. Eropa juga memberlakukan diskriminasi terhadap rakyat jelata, pada saat itu di Eropa yang memberlakukan hukum waris yang menetapkan bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Jika anak tertua meninggal, harta waris diserahkan ke pihak gereja, hal ini menyebabkan populasi orang miskin semakin meningkat. Akibatnya, kaum jelata yang mayoritas itu beramai-ramai mengikuti mobilisasi yang diserukan oleh pihak gereja dengan tujuan untuk mendapatkan perbaikan kehidupan ekonomi.

3. Situasi Timur Tengah dan Eropa pada saat Perang Salib

a. Situasi Timur Tengah
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009 M, khalifah Bani Fathimiyyah, Al-Hakim bi-Amr memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

b. Situasi Eropa
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada abad pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquita di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 abad dan menguasainya selama kurang lebih 7 abad.

Pada tahun 1063 M, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Saljuk, menjadi perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074 M, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorious VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.

Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Pentahbisan, yang berlangsung mulai tahun 1075 M dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Pentahbisan berusaha untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.

4. Kejadian-Kejadian di Periode Perang Salib

a. Periode Pertama (1096-1099 M)
Seperti telah banyak diceritakan bahwa Imperium Byzantium mengalami kekalahan yang telak dari orang turki saljuk di Manzikert pada tahun 1071 M. Dan didalam synod of Piacenza pada tahun 1905 M disampaikan permohonan kaisar alexius Comneus kepada Paus Urbanus, selanjutnya Paus Urbanus II didalam sinodi berikutnya, yakni synod of Clermont, menyampaikan seruan kepada seluruh umat Kristen di eropa dan seluruh para pangeran (princes) untuk mengangkat senjata bagi membebaskan tanah suci Jarusalem dari kekuasaan pihak Islam. Kumandang pidato paus itu menggema diseluruh Eropa, di segala Negara Kristen. Setelah seruan atau pidato Paus Urbanus II, bantuan militer kepada Bizantium bukanlah lagi hanya sebatas bantuan militer tetapi menimbulkan prinsip baru bagi pasukannya, yaitu perang antar agama. Dari sinilah bermula suatu penyerbuan barat Kristen ke Dunia Islam yang berjalan selama 200 tahun mulai 1095-1293 M dengan 8 kali penyerbuan.

peta sebagian wilayah yang pernah menjadi kekuasaan kaum salib
Peta sebagian wilayah yang pernah menjadi kekuasaan kaum Salib

Dalam perang salib pertama ini ada yang disebut gerakan Rahib Peter dimana perang suci itu makin berkobar kobar yang disebabkan oleh khotbah-khotbah dari seorang Rahib yang bernama Peter the Hermit yakni Peter si Petapa. Ditambah lagi Paus Urbanus II mengumumkan ampunan seluruh dosa bagi yang bersedia bersukarela untuk perang suci itu. Paus Urbanus II di dalam Council of Clermont tahun 1095 M itu telah menetapkan tanggal 15 agustus 1095 M sebagai tanggal keberangkatan pasukan salib. Rombongan dari wilayah Lorraine dan France datang berbondong-bondong mendesak sang Rahib Peter untuk memimpin mereka guna membebaskan Jerussalem. Pada peristiwa itu pada musim semi tahun 1095 M rombongan itu berjumlah 60.000 orang, dan sang rahib pun tidak bisa menahan desakan rombongan itu, ia pun lantas bertindak sebagai panglima pasukan walaupun tidak punya keahlian berperang.

Rombongan besar itupun ternyata segera disusul oleh rombongan rahib Godescal yang terdiri dari 20.000 petani dari desa-desa jerman, ternyata datang lagi rombongan yang jauh lebih besar terdiri atas 200.000 petani lelaki-perempuan hingga hampir mengosongkan desa diseluruh eropa, didalam rombongan itu termasuk 3.000 pasukan berkuda dibawah pimpinan bangsawan (Counts and Gentleman), dengan begitu jumlahnya mendekati 300.000 orang pada tahun 1096 M, tibalah rombongan pertama di Constantinopel dan disusul oleh rombongan-rombongan berikutnya, Kaisar Alexius Comneus terpukau melihat pasukan yang harus ia tampung itu. Dalam Council of Piacentia, para duta besarnya Cuma mengajukan permohonan bantuan militer sebanyak lebih kurang 10.000 tenaga tempur saja, tetapi kini harus menampung 300.000 orang.

Pada permulaan peperangan, orang-orang Kristen Eropa bertujuan dan bermaksud merebut Palestina. Selanjutnya meraka menduduki daerah sekitarnya sehingga dapat mendirikan 4 kerajaan di timur tengah ialah kerajan Baitul Maqdis di Antiochia, di Tripolisia, dan di Edessa. Ketika tentara salib menduduki palestina terjadilah pembunuhan masal dan penyembelihan secara besar-besaran, kepala, kaki dan tangan manusia yang mati dibunuh berserakan disepanjang jalan di kota suci itu.

Demikian kejahatan-kejahatan yang merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dibantah. Dengan perasaan cemas dan ketakutan kaum muslimin memandang drama sejarah yang sangat mengerikan. Bertahun-tahun lamanya mereka menunggu saatnya untuk membalas. Barulah pada tahun 1127 M muncul seorang pahlawan Islam termasyhur bernama Imanuddin Zanki, gubernur dari Mosul, yang dapat mengalahkan tentara salib di kota Aleppo dan Hummah.

b. Periode Kedua (1147-1149 M)
Angkatan salib kedua cuma berlangsung dua tahun saja. Ditengah-tengah kemunduran umat Islam dan kemenangan pasukan salib itu lahirlah seorang pemimpin Islam yang bekerja keras dalam melawan pasukan salib, yaitu Imanuddin Zanki, penguasa di Mousul dan Irak pada tahun 1127 M. Imanuddin dapat berkuasa di Aleppo dan berapa kota lainnya di Syam, dan Edessa dapat is rebut dari pasukan salib pada tahun 1144 M.

Angkatan perang salib II dipimpin oleh raja Louis VII (1137-1180 M) dari Prancis dan raja Conrad III dari Jerman. Imanuddin wafat pada tahun 1146 M dan meninggalkan dua orang putra Nurdin dan Saifudin yang melanjutkan perjuangan ayahnya.

Pertempuran antara pasukan islam melawan tentara salib terjadi di Almuzzah dan pasukan salib dapat dikalahkan oleh pasukan Nurdin dan Saifudin anak dari Imanuddin Zanki. Jadi dalam perang salib II ini berada dipihak kaum muslimin. hasil dari perang ini ialah persatuan umat islam semakin kokoh, prestise dan gengsi urnat islam naik di mata Nasrani Eropa, dan kehadiran penziarah Eropa ke Baitul Magdis mengecil.

c. Periode ketiga (1189-1192)
1. Pertempuran Ali mesir
Setelah berhasil mengusir tentara salib dari Damaskus, Nurdin kini menghadapi soal Mesir yang diperintah oleh khalifah Al Adhid dari daulah Fathimiyyah, dibawah pengaruh tentara salib. Kedua wazir Al Adhid yaitu Syawir dan Dargam saling berselisih. Untuk memenangkan persaingan dan perselisihan itu Syawir memperoleh bantuan dari Nurdin, dengan mengecam pasukannya yang kuat dibawah panglima Assasuddin Syarkuh. Sementara itu Dargam memperoleh bantuan dari raja salibiyah di Baitul Maqdis, Almaric (1163-1174 M). Dalam pertempuran itu Dargam terbunuh dan Mesir berada di pihak Syawir.

Namun Syawir berkhianat atas perintah Nurdin. Syarkuh datang ke Mesir untuk memerangi kaum Salib disana (1167 M). pertempuran terjadi di Babaini (pantai barat sungai Nil) dan tentara salib kalah. Syarkuh untuk kedua kalinya diutus oleh Nurdin untuk menyelesaikan misinya. dalam misinya yang kedua ini syarkuh sukses dengan gemilang. Syawir yang bersifat munafik dan pengecut itu mati terbunuh. Syarkuh menjadi wazir dan meninggal setelah memimpin mesir selama dua bulan setelah itu kedudukannya digantikan oleh Shalahudin.

2. Shalahuddin
Pada awal pemerintahan Shalahuddin Al Adhid wafat dan dua tahun kemudian Nurdin mangkat pula. Pewaris Nurdin saling berebut pusaka kekuasaan. maka Shalahuddin menyatakan diri sebagai penguasa Mesir dengan gelar "Shultan AI Malik An Nashiar Shalahuddin AI Ayyubi atas restu khalifah Abbasiyah. Pada tahun 1181 M Shalahuddin sampai di Allepo dan Mousul. Kedua kota itu dapat dikuasai setelah wafatnya Malik As Sholeh bin Nurdin. Pertempuran antara kaum muslimin dengan tentara salib setelah perang salib kedua hanyalah pertempuran kecil dan berakhir dengan perdamaian antra kedua belah pihak, tetapi perdamaian itu dilanggar oleh pihak salib.

Oleh sebab itu pada bulan Juli 1187 M Shalahuddin melancarkan perang dengan hebatnya di Hittin. Dalam peperangan ini 10.000 pasukan salib tewas dan berturut-turut beberapa kota jatuh ketangan Shalahuddin: Yafa, Birut, dan Parda bulan oktober 1187 M Baitul Maqdis kembali ke pangkuan kaum muslimin.

3. Perang salib III
Kekalahan kaum salib di Hittin dan jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin membangkitkan semangat para raja dan bangsawan eropa untuk menyusun kekuatan besar yang tersusun rapi dan berencana, lengkap dengan segala persiapannya.

Pimpinan mereka adalah:
a. Frederick Barbosa, raja Jerman.
b. Philip Augustus, raja Prancis.
c. Rhicard The Lion Heart, raja inggris.

Pada November 1192 M terjadilah perjanjian perdamaian yang isinya:
1. Baitul Maqdis tetap di tangan kaum muslimin tetapi umat Nasrani diberikan kebebasan menziarahinya.
2. Pantai Syam Bari Qur (Shur) sampai Yaffa berada dalam kekuasaan Salibiyah.
3. Pertentangan agama harus dilenyapkan dan tanda-tanda salib yang dirampas harus dikembalikan.
4. Pasukan Islam yang ditawan harus dibebaskan dengan mernbayar 200.000 uang mas sebagai tebusan.

Setelah itu Rhicard kembali ke negerinya dan beberapa bulan kemudian Shalahuddin wafat (19 Februari 1193 M )

d. Periode keempat (1202-1204 M)
Setelah kegagalan Perang Salib Ketiga (1189-1192), Yerusalem kini telah dikendalikan oleh dinasti Ayyubiyah, yang memerintah seluruh Syria dan Mesir, kecuali untuk beberapa kota di sepanjang pantai masih dikuasai oleh tentara salib Kerajaan Yerusalem, sekarang berpusat di Acre. Perang Salib Ketiga juga telah mendirikan sebuah kerajaan di Sirprus.

Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyerbuan perang salib baru menjadi tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang salib, yang berangkat dari Venesia pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah di Perancis. Beberapa daerah lain di Eropa dikirim juga, seperti Flanders dan Montferrat. Kelompok terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran Romawi Suci, termasuk orang-orang di bawah Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari Halberstadt, bersama-sama dalam persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang dipimpin oleh Enrico Dandolo doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh Paus Innosensius, dengan larangan penyerangan terhadap negara-negara Kristen.

e. Periode kelima (1214-1221 M)
Setelah Shalahuddin wafat wilayah kerajaannya terbagi atas tiga wilayah dan Mesir sebagai pusat pemerintahannya. Tentara salib memiliki beberapa hasrat untuk menyerang Mesir dengan alasan.
a. Mesir lebih strategis secara politis daripada Baitul Maqdis.
b. Kerajaan bani Ayyub setelah wafatnya Shalahuddin menjadi lemah dan berpecah belah.
Untuk itu disusunlah angkatan perang salib V dibawah pimpinan Jean De Brunne. ditengah-tengah berkecamuknya peperangan tentara islam menjebol salah satu tanggul sungai Nil sehingga membanjir dan menggenangi tentara salib. tentara salib merasa ketakutan dan meminta damai kepada pasukan Islam. setelah itu pulanglah mereka ke negerinya.

f. Periode keenam (1228 - 1229 M)
Frederick II sebagai raja Jerman dan raja Italia lama berjanji kepada paus Innocent III untuk melakukan perang salib, namun tidak direstui oleh paus, akan tetapi ia tetap melaksanakan niatnya dan pada tahun 1228 M ia berangkat bersama 500 pasukan dan ia sendiri memakai gelar raja Baitul Maqdis.
Sebagai politikus ia tidak memulai dengan peperangan melainkan dengan perjanjian. yang isinya:
1. Selama 10 tahun, Baitul Maqdis diserahkan kepada Frederick dan hak umat Islam disana tetap dilindungi.
2. Frederick bersedia membantu Al Kamil bila terjadi penyerangan dari luar maupun dari dalam.
3. Frederick tidak akan memberi bantuan kepada kaum Salibiyah di Syam.

Perjanjian itu disepakati dan ia menjadi raja Baitul Maqdis. namun sial ia dimusuhi rakyat Nasrani disana sehingga ia meninggalkan Baitul Maqdis.

Baitul Maqdis tetap ditangan umat nasranai selama 14 tahun. baru pada masa Al Malik as Shaleh Najmuddin Ayyub, baitul Maqdis kembali kepangkuan umat muslirn (1244 M) selain itu as shaleh dapat menguasai Damaskus dan Aqsallan.

g. Periode ketujuh (1248-1254 M)
Louis IX seorang raja terkenal taat beragama. Setelah mendengar Baitul Maqdis jatuh kembali ketangan umat Islam, Louis menggerakkan orang-orang Prancis untuk membebaskan kembali Baitul Maqdis dari umat islam.

Dibawah pimpinan Tauran syah, Pertahanan pasukan Islam diperkuat sehingga dapat mendesak tentara salib. Dimyat dikuasai kembali oleh pasukan islam, tentara salib tewas 30.000 orang dan Louis IX menjadi tawanan perang. Louis IX Baru dibebaskan setelah ia membayar uang tebusan yang amat mahal.

h. Periode kedelapan (1270-1291 M)
Angkatan perang salib VIII ini digerakkan oleh Louis X adik dari Louis IX. Latar belakangnya adalah rasa sakit hati mendengar kakaknya tertawan musuh, sedangkan pasukan tewas porak-poranda.

Louis X berangkat ke Mesir melalui Tunisia. di tunisia ia ditimpa penyakit tha'un sampai meninggal. Maka hasrat untuk menebus malu tidak berhasil. Sejak itu habislah harapan kaum Salibiyah menguasai Baitul Maqdis.

Pada saat itu islam juga dihadapkan masalah besar. Pengusiran umat islam dari Andalusia (Spanyol dan Portugis) dan hancurnya kota Bhagdhad akibat serangan tentara Mongol.

5. Akibat Perang Salib

a. Terhadap Dunia Kristen
Walaupun pihak Kristen menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka memperoleh pelajaran yang berharga dari dunia Islam. Hal ini disebabkan perkenalan mereka dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju, bahkan hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung lahirnya renaissance di Barat. Mereka mendapatkan kebudayaan dalam bidang perdagangan, perindustrian, pertanian, pertahanan, pendidikan dan lain-lain.

Kontak perdagangan antara Timur dan barat semakin pesat di mana kota-kota dagang seperti Venezia, Genoa dan Pisa di Italia berkembang pesat dan memperoleh banyak keuntungan dalam perdagangannya dengan Timur. Hal ini pula yang  menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan sistem barter.

Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatannya di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.

Dalam bidang pertanian, mereka menemukan sistem irigasi yang praktis. Orang-orang Barat mulai menggunakan cengkeh, lada serta rempah-rempah untuk digunakan sebagai bumbu masakan. Mereka mulai membiasakan makan jahe dan menggunakan madu sebagai pemanis makanan.

Dalam bidang pertahanan (militer), mereka menemukan  tehnik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang, pertarungan senjata dengan menggunakan kuda dan penggunaan burung merpati untuk kepentingan informasi militer.

Bangsa Barat  (Eropa) mulai sadar terhadap kemajuan yang dicapai dunia Timur, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga mereka berdatangan ke Timur untuk belajar dan menggali ilmu, kemudian diajarkan di negara mereka. Orang Eropa banyak memanfaatkan ilmu pengetahuan dari bangsa Arab. Mereka menyalin ke dalam bahasanya (Yunani). Upaya tersebut dilanjutkan dengan mendirikan Universitas di Paris untuk mempelajari bahasa Timur pada abad XII M. Begitu pula, mendorong mereka dalam memajukan Ilmu Bumi.

Di sisi lain, hasil dari Perang Salib bagi orang Barat  adalah  menemuan kompas. Orang-orang Islamlah yang sudah sejak lama menggunakan kompas untuk keperluan pelayaran di Teluk Persia dalam rangka kegitan perdagangan. Demikian pula, ilmu Astronomi yang telah dikembangkan Islam sejak abad kesembilan M., telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai Observatorium di Barat.

b. Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam
Pengaruh Perang Salib terhadap Islam, adalah lebih memantapkan dan mengokohkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat  dalam membela dan mempertahankan eksistensi agama Islam. Pengaruhnya yang lain adalah memperkenalkan dunia Islam yang mempunyai kebudayaaan tinggi kepada dunia Barat.

Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan stasiun ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.

Tidak hanya itu, Perang Salib telah menghabiskan aset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.

Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.

PENUTUP

Kesimpulan

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan. Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

0 komentar:

Post a Comment